Friday, October 7, 2011

** Dia UnTukkU..?? **

Assalamu'alaikum sahabat yg dikasihi Allah...
Semalam ana ada m'nonton rancangan 'Semanis Kurma' yg disiarkan setiap Khamis di tv9...
yg menampilkan Ustazah Siti Norbahyah dan suami, Ustaz Wan Akashah sebagai pengacara, 

sweet je tengok pasangan ni...
tetamu istimewa mereka pun tak kurang sweetnya, Imam Muda Asyraf dan isteri, Ustazah Nur Husna...
Comey je... 





~ 'Semanis Kurma' dgn tajuk 'Dia Untukku' bersama tetamu jemputan IM Asyraf dan isteri ~


Tajuk yg dibincangkan semalam agak menarik buat insan-insan yg masih mencari 'cinta'~ 'Dia Untukku'
Cinta yg suci lg halal...Cinta ba'da nikah...Cinta yg diredhai ALLAH...
ALLAH lah pemilik segala cinta & cinta Teragung kita...
Moga kita letakkan segala cinta kita kerana ALLAH, insyaAllah...



~ No love before akad ~


Ana nk kongsi satu kisah cinta yg boleh kita kaitkan dgn tajuk 'Dia Untukku' seperti yg dibincangkan dlm rancangan 'Semanis Kurma' ni...
Kisah yg ana nk kongsikan ni dipetik dari fb seorang hamba Allah (maaf, ana dah lupa nama beliau sbb note ni dah lama sebenarnya)...



Kisah Cinta Saidina 'Ali & Saidatina Fatimah Az-Zahra'


Ada rahasia terdalam di hati ‘Ali yang tak dikisahkannya pada siapapun. Fatimah. Karib kecilnya, puteri tersayang dari Sang Nabi yang adalah sepupunya itu, sungguh memesonanya. Kesantunannya, ibadahnya, kecekapan kerjanya, parasnya. Lihatlah gadis itu pada suatu hari ketika ayahnya pulang dengan luka memercik darah dan kepala yang dilumur isi perut unta. Ia bersihkan hati-hati, ia seka dengan penuh cinta. Ia bakar perca, ia tempelkan ke luka untuk menghentikan darah ayahnya.Semuanya dilakukan dengan mata gerimis dan hati menangis. Muhammad ibn ’Abdullah Sang Terpercaya tak layak diperlakukan demikian oleh kaumnya! Maka gadis cilik itu bangkit. Gagah ia berjalan menuju Kaa’bah. Di sana, para pemuda Quraisy saling tertawa membanggakan tindakannya pada Sang Nabi tiba-tiba dicekam diam. Fatimah menghardik mereka dan seolah waktu berhenti, tak memberi mulut-mulut jalang itu kesempatan untuk menimpali.


‘Ali tak tahu apakah rasa itu bisa disebut cinta. Tapi, ia memang tersentak ketika suatu hari mendengar kabar yang mengejutkan. Fatimah dilamar seorang lelaki yang paling akrab dan paling dekat kedudukannya dengan Sang Nabi. Lelaki yang membela Islam dengan harta dan jiwa sejak awal-awal risalah. Lelaki yang iman dan akhlaknya tak diragukan; Abu Bakar As Siddiq, Radhiyallaahu ’Anhu.


”Allah mengujiku rupanya”, begitu batin ’Ali.Ia merasa diuji karena merasa apalah ia dibandingkan Abu Baakr. Kedudukan di sisi Nabi? Abu Bakar lebih utama, mungkin justeru karena ia bukan kerabat dekat Nabi seperti ’Ali, namun keimanan dan pembelaannya pada Allah dan RasulNya tak tertandingi. Lihatlah bagaimana Abu Bakar menjadi kawan perjalanan Nabi dalam hijrah sementara ’Ali bertugas menggantikan beliau untuk menanti maut di ranjangnya.


Lihatlah juga bagaimana Abu Bakar berdakwah. Lihatlah berapa banyak tokoh bangsawan dan saudagar Makkah yang masuk Islam karena sentuhan Abu Bakar; ’Uthman, ’Abdurrahman ibn ’Auf, Thalhah, Zubair, Sa’d ibn Abi Waqqash, Mush’ab. Ini yang tak mungkin dilakukan kanak-kanak kurang pergaulan seperti ’Ali.


Lihatlah berapa banyak budak Muslim yang dibebaskan dan para fakir yang dibela Abu Bakar; Bilal, Khabbab, keluarga Yassir, ’Abdullah ibn Mas’ud.. Dan siapa budak yang dibebaskan ’Ali? Dari sisi finansial, Abu Bakar sang saudagar, insyaAllah lebih bisa membahagiakan Fatimah.


~ impian baitul muslim ~


’Ali hanya pemuda miskin dari keluarga miskin. ”Inilah persaudaraan dan cinta”, gumam ’Ali.”Aku mengutamakan Abu Bakar atas diriku, aku mengutamakan kebahagiaan Fatimah atas cintaku.”Cinta tak pernah meminta untuk menanti. Ia mengambil kesempatan atau mempersilakan. Ia adalah keberanian, atau pengorbanan.


Beberapa waktu berlalu, ternyata Allah menumbuhkan kembali tunas harap di hatinya yang sempat layu. Lamaran Abu Bakar ditolak. Dan ’Ali terus menjaga semangatnya untuk mempersiapkan diri. Ah, ujian itu rupanya belum berakhir. Setelah Abu Bakar mundur, datanglah melamar Fatimah seorang lelaki lain yang gagah dan perkasa, seorang lelaki yang sejak masuk Islamnya membuat kaum Muslimin berani tegak mengangkat muka, seorang lelaki yang membuat syaitan berlari takut dan musuh- musuh Allah bertekuk lutut.


’Umar ibn Al Khatthab. Ya, Al Faruq, sang pemisah kebenaran dan kebathilan itu juga datang melamar Fatimah. ’Umar memang masuk Islam belakangan, sekitar 3 tahun setelah ’Ali dan Abu Bakar. Tapi siapa yang menyangsikan ketulusannya? Siapa yang menyangsikan kecerdasannya untuk mengejar pemahaman? Siapa yang menyangsikan semua pembelaan dahsyat yang hanya ’Umar dan Hamzah yang mampu memberikannya pada kaum muslimin? Dan lebih dari itu, ’Ali mendengar sendiri betapa seringnya Nabi berkata, ”Aku datang bersama Abu Bakar dan ’Umar, aku keluar bersama Abu Bakar dan ’Umar, aku masuk bersama Abu Bakar dan ’Umar..”


Betapa tinggi kedudukannya di sisi Rasul, di sisi ayah Fatimah. Lalu cuba bandingkan bagaimana dia berhijrah dan bagaimana ’Umar melakukannya. ’Ali menyusul sang Nabi dengan sembunyi-sembunyi, dalam kejaran musuh yang frustasi karena tak menemukan beliau Sallallaahu ’Alaihi wa Sallam. Maka ia hanya berani berjalan di kelam malam. Selebihnya, di siang hari dia mencari bayang-bayang gundukan bukit pasir. Menanti dan bersembunyi.’Umar telah berangkat sebelumnya. Ia thawaf tujuh kali, lalu naik ke atas Kaa’bah. ”Wahai Quraisy”, katanya. ”Hari ini putera Al Khatthab akan berhijrah. Barangsiapa yang ingin isterinya menjanda, anaknya menjadi yatim, atau ibunya berkabung tanpa henti, silakan hadang ’Umar di balik bukit ini!” ’Umar adalah lelaki pemberani. ’Ali, sekali lagi sedar. Dinilai dari semua segi dalam pandangan orang banyak, dia pemuda yang belum siap menikah. Apalagi menikahi Fatimah binti Rasulillah! Tidak. ’Umar jauh lebih layak. Dan ’Ali redha.


Cinta tak pernah meminta untuk menanti. Ia mengambil kesempatan. Itulah keberanian. Atau mempersilakan. Yang ini pengorbanan. Maka ’Ali bingung ketika khabar itu meruyak. Lamaran ’Umar juga ditolak.



~ Percayalah, segalanya telah tertulis di luh mahfuz ~




Menantu macam apa kiranya yang dikehendaki Nabi? Yang seperti ’Uthman sang miliarderkah yang telah menikahi Ruqayyah binti Rasulillah? Yang seperti Abul ’Ash ibn Rabi’kah, saudagar Quraisy itu, suami Zainab binti Rasulillah? Ah, dua menantu Rasulullah itu sungguh membuatnya hilang kepercayaan diri.Di antara Muhajirin hanya ’Abdurrahman ibn ’Auf yang setara dengan mereka. Atau justru Nabi ingin mengambil menantu dari Ansar untuk mengeratkan kekerabatan dengan mereka? Sa’d ibn Mu’adzkah, sang pemimpin Aus yang tampan dan elegan itu? Atau Sa’d ibn ’Ubaidah, pemimpin Khazraj yang lincah penuh semangat itu?


”Mengapa bukan engkau yang mencuba kawan?”, kalimat teman-teman Ansarnya itu membangunkan lamunan. ”Mengapa engkau tak mencuba melamar Fatimah? Aku punya firasat, engkaulah yang ditunggu-tunggu Baginda Nabi.. "Aku?", tanyanya tak yakin."Ya. Engkau wahai saudaraku!". "Aku hanya pemuda miskin. Apa yang bisa kuandalkan?" "Kami di belakangmu, kawan! Semoga Allah menolongmu!"Ali pun menghadap Sang Nabi. Maka dengan memberanikan diri, disampaikannya keinginannya untuk menikahi Fatimah. Ya, menikahi. Ia tahu, secara ekonomi tak ada yang menjanjikan pada dirinya. Hanya ada satu set baju besi di sana ditambah persediaan tepung kasar untuk makannya. Tapi meminta waktu dua atau tiga tahun untuk bersiap-siap? Itu memalukan! Meminta Fatimah menantikannya di batas waktu hingga ia siap? Itu sangat kekanakan. Usianya telah berkepala dua sekarang.”Engkau pemuda sejati wahai ’Ali!”, begitu nuraninya mengingatkan. Pemuda yang siap bertanggungjawab atas cintanya. Pemuda yang siap memikul resiko atas pilihan- pilihannya. Pemuda yang yakin bahwa Allah Maha Kaya. 


Lamarannya berjawab, ”Ahlan wa sahlan!” Kata itu meluncur tenang bersama senyum Sang Nabi.Dan ia pun bingung. Apa maksudnya? Ucapan selamat datang itu sulit untuk bisa dikatakan sebagai isyarat penerimaan atau penolakan. Ah, mungkin Nabi pun bingung untuk menjawab. Mungkin tidak sekarang. Tapi ia siap ditolak. Itu resiko. Dan kejelasan jauh lebih ringan daripada menanggung beban tanya yang tak kunjung berjawab. Apalagi menyimpannya dalam hati sebagai bahtera tanpa pelabuhan. Ah, itu menyakitkan.”Bagaimana jawab Nabi kawan? Bagaimana lamaranmu?””Entahlah..””Apa maksudmu?””Menurut kalian apakah ’Ahlan wa Sahlan’ berarti sebuah jawaban!”. Maksud kami satu saja sudah cukup dan kau mendapatkan dua! Ahlan saja sudah berarti ya. Sahlan juga. Dan kau mendapatkan Ahlan wa Sahlan kawan! Dua-duanya berarti ya !”Dan ’Ali pun menikahi Fatimah. Dengan menggadaikan baju besinya. Dengan rumah yang semula ingin disumbangkan ke kawan-kawannya tapi Nabi berkeras agar ia membayar cicilannya. Itu hutang.Dengan keberanian untuk mengorbankan cintanya bagi Abu Bakr, ’Umar, dan Fatimah. Dengan keberanian untuk menikah. Sekarang. Bukan janji-janji dan nanti-nanti.


~ Hanya ALLAH yang tahu ~




’Ali adalah gentleman sejati. Tidak heran kalau pemuda Arab memiliki yel, “Laa fatan illa ‘Aliyyan! Tak ada pemuda kecuali Ali!” Inilah jalan cinta para pejuang. Jalan yang mempertemukan cinta dan semua perasaan dengan tanggung jawab. Dan di sini, cinta tak pernah meminta untuk menanti. Seperti ’Ali. Ia mempersilakan. Atau mengambil kesempatan. Yang pertama adalah pengorbanan. Yang kedua adalah keberanian.


Dan ternyata tak kurang juga yang dilakukan oleh Putri Sang Nabi, dalam suatu riwayat dikisahkan bahwa suatu hari (setelah mereka menikah) Fatimah berkata kepada ‘Ali, “Maafkan aku, karena sebelum menikah denganmu. Aku pernah satu kali jatuh cinta pada seorang pemuda ”‘Ali terkejut dan berkata, “kalau begitu mengapa engkau mau menikah denganku? dan Siapakah pemuda itu?”Sambil tersenyum Fatimah berkata, “Ya, karena pemuda itu adalah Dirimu”




~ Cinta Sampai Syurga ~




Kemudian Nabi saw bersabda: “Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla memerintahkan aku untuk menikahkan Fatimah puteri Khadijah dengan Ali bin Abi Thalib, maka saksikanlah sesungguhnya aku telah menikahkannya dengan maskawin empat ratus Fidhdhah (dalam nilai perak), dan Ali ridha (menerima) mahar tersebut.”


Kemudian Rasulullah saw. mendoakan keduanya:“Semoga Allah mengumpulkan kesempurnaan kalian berdua, membahagiakan kesungguhan kalian berdua, memberkahi kalian berdua, dan mengeluarkan dari kalian berdua kebajikan yang banyak.” (kitab Ar-Riyadh An-Nadhrah 2:183, bab4).


~ Begitulah kisah cinta Ali dan Fatimah, Allah lah yg mengatur kisah cinta mereka demi menjaga nasab keturunan Rasulullah yg mulia... Akhirnya Ali lah yg terpilih untuk Fatimah...
~ Pesan buat diri> Sabarlah dalam penantian... Masa dan ketikanya akan tiba, semua tu rahsia Allah, hanya Allah yg tahu... Saat ini, kuserahkan cinta hanya untukMu... Sekarang masa untuk mempersiapkan diri membina impian baitul muslim bersama si Dia, zauj tercinta...suatu hari nanti. Ameen...



~ Indahnya cinta yang bersulam cinta Allah &  Rasulullah ~




No comments:

Post a Comment